Dalam berbagai literatur
sejarah dikemukakan bahwa peradaban manusia
dimulai dengan terbentuknya komunitas-komunitas sebagai persekutuan
hidup berpindah-pindah sebagai pemburu, peramu, berlayar dari satu tempat ke
tempat yang lain, lalu kemudian menetap dalam satu wilayah yang dianggap
memungkinkan dalam jangka waktu lama.
Catatan-catatan sejarah
terbentuknya kehidupan bermasyarakat sesungguhnya berlaku pula diberbagai etnis
di Sulawesi Tengah pada umumnya, dan tentu saja menyangkut perubahan masyarakat
di Kelurahan Lambara. Sejarah terbentuknya dimulai pada masa dimana masyarakat
sudah hidup sebagai masyarakat yang terorganisir (telah mengenal sistem
pemerintahan). Sehubungan dengan pemberian nama menurut responden yang
diwawancarai umumnya memberikan jawaban yang terdiri dari peristiwa utama.
Pertama, pemberian nama yang
didasarkan pada kejadian atau peristiwa alam yang terjadi diwilayah ini.
Peristiwa tesebut adalah adanya sungai yang mengalir ditengah-tengah wilayah
ini serta menghanyutkan pohon, ranting dedaunan dari gunung. Peristiwa ini
berulang-ulang terutama pada musim
penghujan.
Berdasarkan peristiwa
seperti itu masyarkat diwilayah aliran sungai tersebut sepakat memberi nama
dengan nama Tavaili. Tava berati daun Ili berarti mengalir, sehingga kata Tavaili diartikan sebagai daun yang mengalir (daun yang hanyut).
Kedua, pemberian nama yang
didasarkan pada suatu peristiwa yang menyangkut masalah pencaharian, dilakukan
secara gotong. royong. Kata Tavaili
terdiri dari Tava berarti giliran
sedangkan Ili diambil dari kata Kaili
Jadi Tavaili berarti kerja secara
bergiliran yang dilakukan secara bergotong royong dilokasi sekitar pohon Kaili. Dengan pemberian nama yang dikemukakan
responden tersebut, maka jelas Tavaili adalah merupakan suatu wilayah yang luas dan
strategis ditengahnya mengalir sungai yang sering menghanyutkan bebatuan,
dedaunan, pohon kayu dan sebagainya. Peristiwa ini disaksikan oleh masyarakat
di wilayah ini secara terus menerus, pada akhirnya mereka mengambil suatu
kesepakan untuk memberikan nama Tavaili.
Selain itu keterangan lain
menyebutkan bahwa To Kaili diwiliayah Kecamatan Palu Utara memiliki sifat gotong royong yaitu untuk kepentingan bersama. Sifat
ini merupakan warisan budaya yang turun menurun. Lokasi pekerja itu ditetapkan
berada pada sebuah pohon besar (pohon Kaili)
yang disekitarnya terhampar tanah yang luas dan subur. Dengan sifat gotong
royong itu pulalah sehingga muncul ide untuk memberikan nama Tavaili. Nenek moyang To Kaili di Tawaeli mendiami empat lokasi yakni: Nupabomba, Lambara, Panau dan Baiya.
Dengan adanya dorongan
sosial manusia untuk hidup dengan yang lainnya dalam suatu golongan tertentu,
dorongan untuk membentuk berdasarkan sifat dan ketentuan maupun didasarkan atas kebutuhan yang sama dan juga adanya dorongan
integrasi pada daerah tertentu dimana ia mau tinggal. Disinilah lambat laun
terbentuklah desa yang alam sekelilingnya juga turut membentuk dan berpengaruh
dalam pembentukan golongan sosial yang bertempat tinggal dalam suatu tempat
sehingga dari sinilah dapat membentuk kelompok-kelompok sosial yang mempunyai
peraturan-peraturan atau ketentuan disesuaikan dengan masyarakatnya.
Begitu juga dengan
masyarakat atau penduduk yang ada di Kelurahan Lambara Wilayah Kecamatan
Palu Utara, terbentuk karena dapat dipengaruhi
oleh keadaan alam dan juga pengaruh dari kelompok-kelompok yang
didasarkan atas kepentingan untuk mempertahankan hidup.
Jadi Lambara adalah padang
rumput atau tempat pengembalaan ternak masyarakat, karena adanya perubahan pada masyarakat yang
dulunya berpindah-pindah dari lereng gunung yaitu Desa Liku. Setelah sekian
lama mereka tinggal disana berpindah lagi ke Lambara dan membentuk kelompok
sendiri. Kemudian terpecah menjadi dua,
yaitu sebagian mereka menetap dan sebagian mereka berpindah dekat sungai.
Kepindahan kedaerah baru ini, karena
menginginkan perubahan yang lebih baik. Mereka membuka persawahan untuk menjaga
kelangsungan hidup dan bukan bercocok tanam berpindah-pindah lagi. Selanjutnya sebagian masyarakat menceritakan
bahwa asal mulanya masyarakat yang mendiami wilayah ini adalah dari (To Manuru) yang menjelma melalui Volombulava (bambu berwana kuning
seperti emas).
Volombulava
hanya dipakai oleh para bangsawan atau Madika
yang dianggap turunan dewa dalam
upacara kenduri atau perkawinan, rakyat biasa tidak diperkenankan untuk
memakainya. Selanjutnya sebelum terbukanya Kelurahan Lambara, wilayah ini
berbentuk kerajaan yang kuat dan disegani sampai berakhirnya bentuk kerjaan dan
Pemerintahan Magau (Raja) diganti
dengan pemerintahan Distrik sekitar tahun 1954. Adapun yang pernah menjabat
sebagai pimpinan Kelurahan Lambara yang
saat ini terdiri dari 4 RW semenjak berstatus desa (kampung) sampai kelurahan
masing-masing :
1)
Pue Tamali Tahun
1890-1900
2)
Malahado Tahun
1900-1937
3)
Lasilote Malahado Tahun 1937-1942
4)
Zaenuddin Malahado Tahun 1942-1959
5)
Dg. Mangindo Raja Kana Tahun 1959-1961
6)
Djafri Lagontingo Tahun 1961-1982
7)
Toto Jondose Tahun
1982-1986
8)
Pelman Malahado Tahun 1986-1992
9)
Toto Hi. Lasupu Tahun 1992-1998
10)
Feri Lamakampali BA Tahun 1998-1999
11)
Drs. Muchlis Tahun
1999-2002
12)
Tafip, S.Sos Tahun
2002-2005
13)
Gasli Tahun
2005-2006
14)
Zulkifli, S.Sos Tahun 2006-2008
15)
Safrudin, S.Sos Tahun 2008-sekarang
4.1
Geografi
Dan Administrasi
Kelurahan Lambara merupakan
salah satu kelurahan pada wilayah Kecamatan Palu Utara yang juga berfungsi
sebagai ibukota kecamatan. Secara umum luas wilayah Kelurahan Lambara kurang
lebih 738,68 Ha, terletak memanjang dari arah barat ke timur kurang lebih 8,5
km. Secara Administrasi, batas wilayah Kelurahan Lambara sebagai berikut :
Ø Sebelah
Utara : Kel. Baiya
Ø Sebelah
Selatan : Kel. Kayumalue Ngapa
Ø Sebelah
Timur : Desa Nupabomba dan Kab.
Parimo
Ø Sebelah
Barat : Kel. Panau
Pembagian wilayah
administrasi Kelurahan Lambara terbagi atas 4 RW, masing-masing RW terdiri atas
3 RT, dengan penjabaran sebagai berikut :
a) RW 1
terdiri atas :
· RT 1
yakni dusun Ramba, terletak di arah barat daya berbatasan dengan Kelurahan
Kayumalue Ngapa dan berada di sebelah selatan sungai.
· RT 2
yakni dusun Anja, terletak di arah selatan berbatasan dengan Kelurahan
Kayumalue Ngapa dan berdampingan dengan RT 1 di sebelah selatan sungai.
· RT 3
yakni dusun Lembana, terletak di pusat Kelurahan Lambara dan berada di sebelah
utara sungai Tawaeli.
b) RW 2
terdiri atas :
· RT 4
yakni Pandake, terletak di arah timur RT 3
berbatasan dengan sungai Tawaeli.
· RT 5
yakni Kampung Tengah, terletak di arah utara RT 3 dan RT 4.
· RT 6
yakni Posikola, terletak di arah utara RT 5.
c) RW 3
terdiri atas :
· RT 7
yakni Parampata, terletak di arah utara RT 6.
· RT 8
yakni Polumba Jara, terletak di arah timur RT 7 dan di sebelah utara RT4.
· RT 9
yakni Vavo Ngapa, terletak di timur laut RT 8 dan berbatasan dengan sungai
Tawaeli dan Kelurahan Baiya.
d) RW 4
terdiri atas :
· RT
10 yakni Liku Binangga, terletak di arah utara sungai Liku dan berbatasan
dengan Kelurahan Baiya.
· RT
11 yakni Liku Sampaga Biru, terletak di arah selatan sungai Liku dan berbatasan
dengan desa Nupa Bomba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar